Rumah Gadang Bu Anai, milik kaum Suku Melayu |
Menikmati pemandangan
ratusan Rumah Gadang merupakan suatu pemandangan yang tidak lazim saat ini.
Tidak banyak daerah di Sumatera Barat yang masih memiliki Rumah Gadang yang
masih terjaga keasliannya, meskipun mereka masih keturunan asli orang minang.
Di Minangkabau, Rumah
Gadang merupakan suatu ciri khas bagi orang minang. Rumah Gadang atau yang
biasa dikenal dengan sebutan Rumah Bagonjong tersebut memiliki makna yang luas.
Tidak hanya fisik, lebih dari itu, bahwa Rumah Gadang sangat erat kaitannya
dengan adat istiadat di minang.
Rumah Gadang memiliki
ciri khas tersendiri, dengan bentuk atap yang menyerupai tanduk kerbau.
Kawasan Saribu Rumah
Gadang, salah satu daerah yang dimiliki Sumatera Barat dengan ratusan Rumah
Gadang yang berdiri kokoh dan masih terjaga keasliannya.
Beberapa waktu lalu,
saya menyambangi Kawasan Saribu Rumah Gadang, lokasinya tidak sulit untuk
dicari. Bagian kanan gerbang, tulisan Kawasan Saribu Rumah Gadang terpampang
jelas dan berada di pinggir jalan utama daerah tersebut. Lokasinya berada di
nagari Alam Surambi Sungai Pagu, Solok Selatan.
Jalan-jalan
mengelilingi kawasan Saribu Rumah Gadang membuat hati terpikat dengan
kenyamanan dan keramahan masayarakat yang hidup di sana. Namun, ada suatu hal
yang berbeda, ketika menikmati keindahan Kawasan Saribu Rumah Gadang dari
puncak Surau Menara.
Surau Menara berada
tidak jauh dari gerbang pintu masuk Kawsan Saribu Rumah Gadang. Lokasinya
ditengah pemukiman warga. Bangunan tersebut merupakan sebuah Mushalla tua yang
sudah berdiri sejak 1900 Masehi.
Surau Menara merupakan
peninggalan Syekh Khatib ‘Ali al-Fadani, seorang pemimpin ulama-ulama tua
Minangkabau yang kharismatik. Beliau juga merupakan penulis dan penyair yang
lahir di Muaro Labuah, dan kemudian memapankan karirnya di Padang. Diantara
karangannya yang terkenal yaitu kitab Burhanul Haq, sebuah risalah yang
bertujuan mempertahankan mazhab Syafi’i dan tarikat Naqsabandiyah di
Minangkabau.
Surau itu memiliki
puncak berbentuk limas atau menyerupai pagoda dengan tinggi sekitar 13 meter,
hanya memiliki luas 6x6 meter dan keseluruhan bangunan serta kontruksi terbuat
dari kayu dan atapnya dari ijuk. Kayu yang digunakan dari jenis Jua atau
sebangsa Sonokeling.
Kawasan Saribu Rumah Gadang, dipotret dari puncak Surau Menara |
Surau Menara memiliki
tiang berjumlah 13 yang melambangkan rukun sholat. Tiang-tiang tersebut sampai
sekarang masih asli, meskipun sudah banyak yang rusak karena termakan usia.
Agar tiang-tiang itu tetap kokoh, sejak tahun 2002 masyarakat setempat melapisi
tiang-tiang dengan kayu agar tidak roboh.
Selain tiang yang masih
asli, konstruksi atap hingga puncak surau juga masih asli. 15 tangga yang
berada di atas loteng yang digunakan untuk mencapai puncak surau juga masih
asli dan terpelihara.
Dari puncak surau
itulah, menikmati deretan Rumah Gadang menjadi pemandangan yang indah. Gonjong
Rumah Gadang yang terlihat saling sambung menyambung itu begitu mempesona.
Namun, berada di puncak menara tersebut kita juga harus berhati-hati, karena
tidak semua papannya masih kokoh.
Bagian atas puncak
menara tersebut tidak begitu luas, diperkirakan hanya untuk 3 – 5 orang saja
dengan jarak ke atap begitu dekat. Bagi orang dewasa, memandang Kawasan Saribu
Rumah Gadang dari puncak menara harus sedikit membungkukkan badan.
Menuju puncak Surau
Menara, wisatawan bisa meminta izin masyarakat sekitar yang bertugas menjaga
surau tersebut dan tidak dipungut biaya sedikitpun. Keindahan Kawasan Saribu
Rumah Gadang dengan hembusan angin sepoi-sepoi akan semakin menyenangkan.
Sesekali, ketika angin
berhembus sedikit lebih kuat, irama dentingan kayu dan tiang yang saling
bergeser akan semakin menyejukkan, suasana perkampungan begitu terasa,
sebagaimana halnya kita berada di dalam Rumah Gadang.
Potret
Rumah Gadang di Solok Selatan
Nagari Alam Surambi
Sungai Pagu sudah ada semenjak 12 Abad yang lalu. Masyarakat di sana merupakan
keturuan yang datang dari Nagari Pagaruyung, Batusangkar. Yaitu keturuan dari
DT Katmanggungan dan DT Parpatiah Nan Sabatang, begitu kabar yang diceritakan
salah seorang tetua kampung, Sabran Bagindo Adu Sutan yang saat ini dipilih
sebagai Penjabat Penghulu Kaum Malayu IV Niniak. Suku yang memiliki Rumah
Gadang Bu Anau.
Gerbang Kawasan Saribu Rumah Gadang |
Menurutnya pengelolaan
Rmah Gadang Malayu Bu Anau dikelola oleh kaum. “Yang tinggal disana tidak ada.
Kami dari kaum bergantian saja untuk pemeliharaan dan membersihkannya,” ujar
Sabran.
Dia menuturkan, Rumah
Gadang Bu Anau merupakan temapat Musayawarah kaum, yang terdiri dari 14
Penghulu/Datuak. “Suku Malayu ini suku yang paling tua. Suku tersebut memiliki
14 Datuak. Nah, disanalah tempat kita berunding persoalan kaum/Adat,”
ungkapnya.
Dikatakannya, Rumah
Gadang Malayu Bu Anau juga merupakan tempat untuk menjamu tamu yang datang.
“Biasanya kalau ada tamu datang baik itu dari pemerintahan, lemabaga ataupun
pribadi kita jamu disana. Itu sudah ada kesepakatan dari kaum/suku,” jelasnya.
Itulah salah satu
potret Rumah Gadang yang ada di Solok Selatan. Penamaan Saribu Rumah Gadang
bagi daerah tersebut bukan karena Rumah Gadang yang ada disana menjapai 1.000
unit. Melainkan, daerah tersebut hingga saat ini masih memilik Rumah Gadang
dengan jumlah yang banyak di Sumatera Barat.
Keterangan Wali Nagari
Koto Baru, Aprisolman DT Rajo Alam, Rumah Gadang yang ada di Nagari Koto Baru
sebanyak 176 unit. “15 unit tidak lagi difungsikan, karena rusak,” ujarnya.
Rumah Gadang yang masih
berdiri kokoh di Nagari Koto Baru sudah berdiri semenjak 1801 lalu. Pembangunan
Rumah Gadang tersebut berlangsung sampai 1900. Keadaan Rumah Gadang itu sampai
saat ini masih banyak yang berdiri kokoh dan layak huni. Masayarakat Koto Baru
masih memfungsikan Rumah Gadang sebagai tempat tinggal.
Aprisolman Wali Nagari
yang bersuku Baring tersebut menyebutkan keasrian Rumah Gadang sampai saat ini
masih terjaga. “176 Rumah Gadang yang ada itu belum ada kita ubah strukturnya.
Semuanya masih dalam keadaan seperti semula dibangun,” jelasnya.
Menurtutnya, menjaga
Rumah Gadang tetap berdiri dan layak untuk dihuni, 40 persen dari Rumah Gadang
tersebut sudah direnovasi. “Masyarakat sudah ada melakukan perenovasian
beberapa Rumah Gadang tersebut. Kita sudah tegaskan, perenovasian tidak boleh
mengubah struktur awal. Renovasi yang boleh dilakukan hanya dengan mengganti
tonggak, lantai, atap dan dinding yang sudah rapuh,” ungkapnya.
176 Rumah Gadang
tersebut berdidri diatas tujuh jorong (desa-red) yang ada di Koto Baru. jorong
tersebut yaitu; Jorong Lubuak Jaya, Bariang Rao-rao, Kampuang Nan V, Bariang
Kapalo Koto, Kiambang Jaya, Muaro Palak Gadang dan Jorong Sungai Aur.
Dari 900 Kepala
Keluarga (KK) yang ada di Nagari Koto Baru terdapat sembilan Suku. Yaitu; Suku
Bariang, Malayu, Koto Kaciak, Durian, Panai, Kampai, Caniago, Sikumbang dan
Koto Anyia.
0 Komentar