Tato (terakhir) di Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai

Bagi orang Mentawai, tato merupakan busana abadi yang dapat dibawa mati. Atau, dengan kata lain, tato (titi) orang Mentawai menjadi sebuah karya seni selama manusia yang memakainya hidup. Bahkan, ada yang menyebutkan, orang Mentawai menato (merajah) tubuh mereka agar kelak setelah meninggal dapat saling mengenali leluhur mereka.

Teteu/Nenek di Pagai Selatan yang masih bertato
Beberapa penelitian tentang tato yang pernah dirilis, disebutkan bahwa tato juga terdapat di Siberia (300 SM), Inggris (54 SM), Indian Haida di Amerika, suku-suku di Eskimo, Hawaii, dan Kepulauan Marquesas.

Tato Mentawai, penelitian dari Ady Rosa menyebutkan bahwa tato tradisional Mentawai memiliki 160 motif, hal itu dituangkan dalam tesis program pascasarjananya di Institut Teknologi Bandung (ITB), 1994.

Menurut Ady, tato Mentawai merupakan identitas diri dan perbedaan status sosial seseorang. Tato yang dimiliki Sikerei (tabib/dukun tradisional Mentawai) berbeda dengan tato ahli berburu. Selain sebagai identitas diri, tato Mentawai juga merupakan simbol keseimbangan alam. Benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan diabadikan di atas tubuh.

Saat ini, tato Mentawai mulai terancam hilang. Pasalnya, hanya sebahagian kecil saja orang Mentawai yang masih merajah tubuh mereka. Padahal, dahulunya tato merupakan seni rajah tubuh yang populer dan "dikenakan" baik bagi laki-laki atau perempuan Mentawai. Beberapa orang Mentawai yang masih menato tubuh mereka dapat ditemui di padalaman Pulau Siberut, beberapa pulau lain seperti, Sipora, Pagai Utara dan Selatan sudah sangat sulit kita temuai mayarakat asli Mentawai yang masih memakai tato.

Tato di tangan Teteu/Nenek di Pagai Selatan, Mentawai
Selain karena perkembangan zaman dan masuknya ajaran agama ke kelompok Suku Mentawai yang dulunya animisme, membuat masyarakat Mentawai harus meninggalkan kepercayaan dan teradisi tato yang mereka miliki, karena adanya aturan dari pemerintah untuk memilih salah satu agama yang diakui di Indonesia, itu sekitar tahun 1980. Oleh sebab itu, sebahagian besar motif tato khas Mentawai yang pernah dilukiskan di tubuh penduduk asli Mentawai pun tidak sempat didokumentasikan.

Tidak hanya itu, pada masa penjajahan, sebagaimana yang diceritakan seorang Teteu (sebutan untuk panggilan kepada Nenek) di Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai bahwa orang tepi (tentara) akan menangkap masyarakat Mentawai yang bertato. bahkan, ia kerap lari ke hutan agar tidak ketahuan dan ditangkap.

Cerita Teteu, adiknya pernah ditangkap ketika akan merajah tubuh. Lalu, seminggu kemudian baru dilepaskan. Sedangkan Teteu lari ke hutan.


Menurutnya, tato yang ia miliki belum sepenuhnya utuh. Selain di dagu, leher dan dada, kaki, ia juga memiliki lima garis tato di punggungnya.

Teteu mulai ditato saat ia remaja, sekira umur 10 tahun.

Posting Komentar

0 Komentar