Seorang anak berjalan ke sekolah di kawasam pemukiman korban tsunami Mentawai 2010 lalu, di Desa Bulsat, Kecamatan Pagai Selatan, Mentawai (Foto: Zulfikar) |
"Pagi,
dinginnya merasuk tulang. Lalu, melangkah mendekati pintu. Menatap langit,
mendung. Namun semua kembali ke masa silam, terdiam dan hampa tanpa rasa,".
Ingatan itu masih
membekas, dan begitu jernih, tak akan hilang, dalam masa yang telah dilewati.
Seorang petani yang tidak sampai lulus Sekolah Dasar (SD), mengajarkan kami
dalam mejalani kehidupan ini. Cara, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain,
menghormati orang lain, bagaimana seharusnya seorang anak dengan orang tuanya,
bagaimana seharunya kami bersaudara dan juga mengajarkan kami cara bertani.
“Jikok
pandai bakain panjang, labiah sanang dari bakain saruang. Jikok pandai bainduak
samang, labih dari mandapek mandeh kanduang,” Sebuah
pribahasa Minangkabau, hal ini kerap diajarkan orang tua Minang terhadap anak
laki-lakinya sebagai nasehat. Maknanya ketika berada di rantau orang, agar berpandai-pandai dengan orang lain. Menjaga budi dan bahasa, agar kita disenangi orang lain.
Sebagai keturunan
Minang, nasehat melalui pepatah begitu kerap kita dapatkan, itu merupakan
sebuah pengajaran, sebagai bekal ketika kita beranjak dewasa.
Begitulah gambaran
pentingnya keluarga dalam dunia pendidikan, hal-hal kecil seperti di atas
tentuya tidak kita dapatkan di jenjang pendidikan formal (sekolah).
Memang, dalam
pendidikan formal, berbagai macam mata pelajaran didapatkan. Namun, tentu saja
memiliki kekurangan, tidak akan signifikan. Satu orang guru, tentunya tidak
dapat sepenuhnya membina satu orang murid, karena masih ada beberapa murid lain
yang juga butuh itu semua. Selain itu, waktu juga memberikan batasan.
Jadi, di sinilah seharusnya
keluarga berperan dalam dunia pendidikan. Bagaimana orang tua dituntut agar
lebih perhatian terhadap anaknya. Tidak hanya melalui perkataan ataupun
nasehat, prilaku orang tua di hadapan anaknya merupakan sebuah pendidikan dan
pengajaran yang akan ditiru oleh anak-anaknya.
Selain itu, dalam Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 7 ayat 1
dinyatakan bahwa “Orang tua berperan
serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan anaknya”. Sementara itu pasal 7 ayat 2 dinyatakan pula bahwa
“orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya”. (Sisdiknas, 2003:7). Jadi dari sini jelas bahwa
pendidikan adalah tanggung jawab bersama baik antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
Oleh karena itu lembaga
pendidikan keluarga selaku pendidikan yang paling bertanggung jawab terhadap
anak-anaknya, orang tua hendaknya selalu memperhatikan dan membimbing
anak-naknya, khususnya bimbingan dan didikan yang berhubungan dengan
nilai-nilai pendidikan, itu adalah kunci keberhasilan pendidikan itu sendiri.
Dalam kehidupan seperti
saat ini, godaan dan hal-hal yang dapat merusak mental serta moral anak sungguh
banyak. Untuk menghadapi itu, tentunya peran orang tua sangat dibutuhkan.
Keluarga sendiri
menurut para pendidik sebagaimana yang dikutip Jalaluddin (2002: 216) dalam
bukunya Psikologi Agama, mengatakan bahwa: “Keluarga
merupakan lapangan pendidikan yang
pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak dan
ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara
kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Tuhan pencipta berupa naluri orang
tua. Karena naluri ini timbul rasa kasih sayang para orang tua pada anak-anak
mereka, sehingga secara moral keduanya merasa terbebani tanggung jawab untuk
memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka”.
Didiklah
Anak dengan Kelembutan
Infografis Perilaku Baik (Sumber foto: sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id) |
Marah dengan tujuan
mendidik, tidak seharusnya ada dalam dunia pendidikan, apalagi terhadap
anak-anak usia dini. Perkataan kasar ataupun hentakan terhadap anak, tentunya akan
menjadikan ia pribadi yang kasar pula.
Kecenderungan seorang
anak, tentulah meniru. Ia akan melakukan apa yang ia lihat, meskipun dihadapan
orang tua ataupun guru, seorang anak dapat menunjukkan sikap baik, ramah,
penurut dan lainnya, belum tentu ketika ia berada di luar pengawasan orang tua
ataupun guru ia akan bersikap seperti itu.
Sebagai salah satu
contoh, coba kita tanya pada diri kita pribadi. Hal-hal apa saja yang masih
dapat kita ingat sewaktu kecil? Karena tidak semua ingatan dapat kita cerna
kembali. Dari rentetan ingatan masa lalu, tentunya hal-hal yang melekat dalam
ingatan adalah suatu yang menurut kita berbeda dan tak lazim. Dan, sesuatu yang
kita lakukan, itu pernah kita lakukan di masa lalu. Itulah ingatan yang paling
nyata dan mudah untuk kita cerna.
Dari contoh tersebut,
sebagai orang tua, berikanlah pendidikan dengan cara yang mudah untuk melekat
diingatan anak, dan tentunya berikanlah dengan keramahan dan kelembutan, agar
anak dapat meniru hal itu.
Ada beberapa hal
sederhana yang perlu diketahui orang tua dalam mendidik anak, diantaranya,
yaitu; Pertama, ajarkan dia arti penting dari kejujuran. Hal ini merupakan modal dasar perkembangan pendidikan
anak, jika ia sudah terbiasa jujur, tentunya hingga dewasa nanti akan terus ia
terapkan. Dalam mengajarkan kejujuran, jangan sesekali memberikan mereka
hukuman, karena itu hanya akan membuat anak merasa takut, dan ia sulit untuk mengakui
kesalahan yang ia perbuat.
Lalu, berikanlah contoh
dari akibat berbohong tersebut, dan ajak mereka untuk bersama menyimpulkan
perbuatan itu. Baik itu akibat dari berbohong ataupun kebaikan yang ia dapatkan
ketika ia bersikap jujur.
Dan perlu ditekankan,
jangan sesekali ajarkan anak dengan kasar dan bentakan. Itu akan menjadikan ia
pribadi yang penakut dan akhirnya akan terbiasa dengan kebohongan karena takut
hukuman.
Kedua,
didiklah anak untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya. Menjaga hubungan
dengan orang tua, saudara, teman, tetangga dan orang-orang yang ada
disekelilingnya. Tidak hanya itu, ajarkan juga ia untuk menjaga apa-apa yang
ada disekitarnya.
Sebagaimana dicontohkan
Umar bin Ahmad Bardaja dalam kitab al-Akhlaqul lil Banin juz 1, memberikan suri
teladan yang baik terhadap anak tidak harus ribet, dengan mempersipkan segala
hal-hal yang akan membuat kita kewalahan. Namun, salah satu contoh yang
dijelaskan, mendidik anak dapat dilakukan ketika ia bermain, di kebun
contohnya. Ketika melihat, satu pohon kecil yang bengkok tertimpa suatu benda,
kita bisa membawa anak mendekati pohon tersebut dan bersama-sama meperbakinya
dan meluruskannya kembali. Lalu, kita dapat katakan kepada anak kita, “Jika
pohon ini kita biarkan bengkok, tentu hingga ia dewasa akan terus bengkok.
Untuk itulah guna kita ada di sini, memperbaikinya. Karena kita dan alam harus
saling menjaga,”.
Sederhana bukan? Namun,
dari semua pernyataan di atas, itu hanyalah sekedar teori. Jika, orang tua
tidak mempraktekkannya, tentu saja semua itu hanya akan menjadi kebohongan
belaka.
#sahabatkeluarga
___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___
Sumber:
0 Komentar