Warga berebut gula yang dilemparkan panitia dari atas panggung dan genteng Masjid Muhammadan |
Halaman Masjid
Muhammadan yang berada di Jalan Batipuah, Kelurahan Pasar Gadang, Kecamatan
Padang Selatan, Kota Padang mulai ramai dipadati warga, sejak pukul 15.00 WIB,
ruas jalan sepanjang 200 meter itu sudah mulai ditutup, beberapa orang penjaga
sibuk mengatur warga dan kendaraan yang datang di sekitar lokasi.
Salah satu rumah warga
yang berada di seberang jalan masjid sudah disiapkan tujuh ton gula yang
dibungkus menggunakan kain warna warni, dibungkusan gula itu sekira ukuran
kepal tangan orang dewasa. Panitia acara terlihat sibuk menyiapkan gula
tersebut, memasukkannya ke dalam karung untuk diangkat ke atas panggung.
Yetika Rahmi (32) salah
seorang warga Kota Padang terlihat antusias untuk mendapatkan gula yang
dilempar dari atas panggung dan genteng masjid oleh panitia, sambil menggendong
anaknya yang berumur 4,5 tahun, Yetika tidak mau kalah juga dari warga lain
agar bungkusan gula berlabuh ditangannya.
Panitia membawa bungkusan gula ke atas genteng masjid sebelum dibagikan kepada warga yang hadir |
Tidak ada batasan usia,
agama, ras ataupun golongan, semua berbaur bergembira bersama berebut bungkusan
gula dengan canda tawa. Ada yang mendapatkan banyak bungkusan gula, ada juga
mereka yang tidak dapat sama sekali. Namun, kebersamaan dan kegembiraan
sama-sama mereka dapatkan untuk dibawa pulang.
Menurut Yetika,
fastival yang diselenggarakan umat islam keturunan India itu sangat menarik,
tidak ada aturan ataupun larangan bagi orang luar (bukan keturuan India-red).
“Siapa saja boleh datang, contohnya saya, saya bukan keturunan India, saya
merasa ketika berada di sini, sama juga dengan mereka,” ujarnya.
Dikatannya, datang ke
lokasi acara bukan niat untuk mendapatkan gula yang dibagikan tersebut.
“Tradisi ini unik, sayang untuk kita lewatkan,” ujar ibu rumah tangga yang
tinggal di kawasan Purus, Kota Padang tersebut yang sudah berada di lokasi
acara sejak pukul 15.30 WIB.
Pukul 16.15 WIB, usai
melaksanakan sholat ashar berjamaah di Masjid Muhammadan, panitia mulai
memberikan aba-aba melalui mikrofon, sebahagian panitia juga terlihat tengah
sibuk memasang bendera berbentuk segitiga, warna hijau dan di tengahnya ada
gambar bulan sabit dan bintang warna putih. Lalu, doa bersama sebagai tanda
acara dimulai.
Panitia juga meminta
ratusan wagra yang telah memadati halaman Masjid Muhammadan agar menjaga
ketentraman, ratusan warga tersebut diminta untuk membagi dua tempat, perempuan
di sebelah kanan dan laki-laki di sebalah kiri, dengan tujuan demi keamanan.
Usai pembacaan doa,
ratusan pasang mata tertuju ke atas panggung dan genteng masjid, beberapa orang
panitia masih terlihat membawa bungkusan gula yang dimasukkan ke dalam karung
untuk dinaikkan ke atas panggung.
Panitia membawa bungkusan gula ke atas genteng masjid sebelum dibagikan kepada warga yang hadir |
Berselang waktu 5
menit, acara puncak Serak Gula dimulai, dengan aba-aba dari ketua pantia, gula
yang dibungkus dengan kain warna warni mulai dilempar ke kerumanan warga. Sorak
sorai, canda tawa mulai menggema dan ratusan tangan yang telah menunggu mulai
diangkat, sebahagian juga mencoba untuk memberi isyarat kepada panitia agar
gula dilempar ke arah mereka.
Sesekali mobil pemadam
kebakaran yang berada di sebelah kiri masjid menyemburkan air ke kerumunan
warga, agar rasa panas sedikit terobati. Hingga pukul 17.00 WIB, tujuh ton gula
yang telah dinaikkan ke atas panggung telah habis, kerumunan warga mulai
menyebar dan kembali pulang, meskipun sebahagian masih ada yang bertahan untuk
foto bersama ataupun selfi di lokasi.
Ketua Himpunan Keluarga
Muhammadan Kota Padang, Ali Khan Abu Bakar, mengungkapkan, prosesi Serak Gula
kali ini, Jumat, 16 Februari 2018, sebanyak tujuh ton gula dibagikan kepada
masyarakat. Jumlah gula yang dibagikan tahun ini, jauh lebih banyak dibanding
perayaan tahun lalu, yang hanya empat ton gula.
Menurtnya, gula yang
mereka kumpulkan tersebut semuanya bukan berasal dari Padang saja, ada yang datang
dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Medan, Bengkulu, Jambi, Riau, hingga
wilayah beberapa dari dearah Jawa.
Dikatakan Ali, keluarga
Muslim keturunan India di luar Kota Padang bahkan rela mengirimkan gulanya
lewat saudara yang hadir dalam tradisi serak gula. Gula yang dibagikan
sebelumnya juga disematkan doa, zikir, serta shalawat.
Gula juga digunakan
sebagai medium pemenuhan nazar atas keinginan yang dipanjatkan pemberi gula. “Gula-gula
ini sukarela. Mendekati 1 Jumadil Akhir, keluarga kami di rantau sudah tahu. Biasanya
gula mulai berdatangan, kiriman dari mereka,” ujarnya.
Lanjut, Ali menyebutkan
Serak Gula juga merupakan simbol kepedulian terhadap sesama. “Ini juga salah
satu cara kita untuk berbagi dengan saudara-saudara kita yang kurang mampu,”
jelasnya.
Tidak hanya itu, Iskandar
salah seorang peneliti Serak Gula yang juga merupakan kaeturunan India di
Padang menyebutkan, tradisi ini sudah berjalan sejak 200 tahun lalu, saat etnis
India mulai masuk ke pesisir barat Sumatera, tepatnya di Kota Padang.
Anak-anak bersiap untuk menampung gula yang dilempar daria atas panggung dan genteng masjid menggunakan kain sarung sebagai alat penampungnya |
Menurutnya, tradisi ini
sudah melalui proses akulturasi budaya yang panjang bersama budaya setempat,
tanpa mengurangi atau meninggalkan nilai-nilai yang dibawa langsung dari negeri
asalnya, di Nagapattinam, Tamil Nadu, India.
“Tradisi Serak Gula sendiri
hanya dijalankan di tiga tempat di dunia. Selain di Padang, tradisi ini juga
dilakukan oleh muslim keturunan India di Singapura dan negeri asal kami di Nagapattinam,
Tamil Nadu, India,” ujarnya.
Iskandar menyebutkan,
dari hasil riset yang ia lakukan, tradisi Serak Gula sudah berlangsung sebanyak
491 kali. “India juga dikenal dengan kuliner manisnya. Gula ini sebagai mediasi
ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Mereka bernazar, dan dengan nazar
tersebut mereka bawa gula ke masjid,” ungkapnya.
Menurutnya, tradisi
Serak Gula merupakan bentuk perpaduan antara kebudayaan India dan ajaran Islam.
“Ini bukan bermaksud riya, ini lebih kepada ungkapan rasa sykur kita atas
nikmat yang telah diberikan Tuhan, serta selah satu cara berbagi rezeki dengan
saudara kita yang kurang mampu,” kata Iskandar.
Selain itu, dia
menyebutkan penelitian tentang Serak Gula berawal dari skripsinya ketika
menyelesaiakan strata satu (S1) di Universitas Andalas, 20 tahun yang lalu.
“Awalnya saya tulis skripsi tentang Serak Gula. Setalah tamat, saya lanjutkan
penelitian itu, hingga saya juga pernah mengahdiri Serak Gula di India,”
jelasnya.
Salah seorang panitia membagikan minuman (manisan) kepada warga yang hadir |
Kepala Dinas Pariwisata
Kota Padang, Medi Iswandi menyebutkan, pihaknya akan mendukung tradisi ini
sebagai agenda pariwisata tahunan. Tahun 2018 ini, lanjutnya, untuk pertama
kali Pemkot Padang memberikan bantuan finansial penyelenggaraan festival
pelengkap Serak Gula.
Meski begitu, lanjut
Medi, pendanaan untuk pasokan gula tetap dipenuhi sendiri oleh keluarga
keturunan India sebagai pemenuhan nazar. Selain itu, Pemkot Padang tahun ini
juga membantu penyediaan pengamanan dan tenaga kesehatan.
“Tahun depan, kami
ingin lebih besar. Kami akan diskusikan lagi dengan keluarga Muhammadan, ide
apa lagi yang akan kita digelar, sebagai agenda tahunan Padang,” ujarnya.
___ ___ ___ ___ ___ ___ ___
Tulisan ini sudah diterbitkan Majalah Gatra, edisi 01-07Maret 2018, dengan judul Bermaulid dengan Serak Gula
Tulisan ini sudah diterbitkan Majalah Gatra, edisi 01-07Maret 2018, dengan judul Bermaulid dengan Serak Gula
0 Komentar