Pantai Jati, Kilometer 0, Sipora Utara, Mentawai |
Data dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata,
Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Kepulauan Mentawai mencatat ada
sekitar 73 titik lokasi selancar, 49 titik masuk kategori eksklusif, dan 33
titik lokasi menyelam serta 38 titik lokasi pemancingan favorit. Tidak hanya
itu, Bumi Sikerei yang terdiri dari gugusan pulau-pulau tersebut juga memiliki
kebudayaan yang unik, serta keindahan air terjun, hutan bakau dan pantai-pantai
yang memiliki pasir putih nan indah.
2015 lalu, pertama kali
saya menginjakkan kaki di salah satu pulau di Kepulauan Mentawai, menyusuri
perkampungan korban tsunami Mentawai 2010.
Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Bungus, Teluk Kabung, Padang.
Lagkah bangga dan haru melaju ke atas salah satu kapal yang akan membawa kami ke pulau seberang, matahari semakin tenggelam, klakson kapal menghentak, lalu perlahan menuju laut lepas bersama dinginnya malam.
Perjalanan pertama ke Mentawai, membuat saya ingin dan ingin lagi mengulanginya, dan selalu ada alasan untuk mengunjungi surga titipan Tuhan tersebut. Memang, perjalanan pertama, saya tidak berjuma dengan para Sikerei, yang dikenal memiliki salah satu tato tertua di dunia yang diukir disekujur tubuhnya. Hal itulah, yang membuat rasa penasaran, untuk kembali mengunjungi Mentawai.
Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Bungus, Teluk Kabung, Padang.
Lagkah bangga dan haru melaju ke atas salah satu kapal yang akan membawa kami ke pulau seberang, matahari semakin tenggelam, klakson kapal menghentak, lalu perlahan menuju laut lepas bersama dinginnya malam.
Perjalanan pertama ke Mentawai, membuat saya ingin dan ingin lagi mengulanginya, dan selalu ada alasan untuk mengunjungi surga titipan Tuhan tersebut. Memang, perjalanan pertama, saya tidak berjuma dengan para Sikerei, yang dikenal memiliki salah satu tato tertua di dunia yang diukir disekujur tubuhnya. Hal itulah, yang membuat rasa penasaran, untuk kembali mengunjungi Mentawai.
Seorang Sikerei memperagakan cara memanah menggunakan panah tradisonal Mentawai dalam rangkaian acara Festival Pesona Mentawai 2017 di hutan Mapaddegat, Sipora Utara, Mentawai |
Sikerei di Mentawai
merupakan tabib/dukun, masyarakat Mentawai yang sakit, biasanya lebih memilih
berobat ke Sikerei daripada berobat ke puskesmas atau rumah sakit, selain
mereka percaya bahwa Sikerei mampu mengobati penyakit, faktor lain yaitu
kondisi geografis Mentawai yang cukup sulit untuk diakses.
(Sedikit cerita tentang Tato, bisa dibaca di postingan sebelumnya Tato Terakhir di Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai)
Namun, di balik akses yang sulit, Mentawai memiliki ragam budaya berbeda dengan wialyah daratan sumatera. Hal itu, menjadi salah satu daya tarik wisatan mengunjungi tempat tersebut. Bahkan, ritual-ritual adat, masih kerap mereka lakukan.
Memang, kebanyakan masyarakat Sumtera Barat, mengenal Mentawai karena memiliki ombak yang bagus, kerap dikunjungi wisatawan manca negara untuk surfing. Namun, itu hanyalah sebagian kecil “surga” yang dititipkan Tuhan di wilayah Sumatera Barat tersebut.
Masyarakat yang ramah, mereka memiliki budaya yang dijaga dan unik, alam Mentawai juga memberikan sejuta keindahan bagi wisatawan.
Ombak untuk berselancar, pasir pantai yang putih, air terjun yang masih alami, adat dan budaya yang masih terjaga, semua ada di daerah kepulauan yang dijuluki Bumi Sikerei tersebut.
Tidak hanya itu, Mentawai juga memiliki beragam buah-buahan yang nikmat, seperti cempedak hutan, Samung, serta tiga kali musim durian dalam setahun dengan varian yang berbeda, mulai dari jenis durian yang kerap kita jumpai, lalu musim Toktuk (durian asal Mentawai) dan Kinoso (durian asal Mentawai).
Kita juga bisa mencicipi sagu (baca postingan sebelumnya: Sagu, Pangan Lokal yang Mulai Ditinggal) yang diolah secara tradiosnal oleh masyarakat setempat, atau keladi yang direbus di dalam bambu, serta Mentawai juga memiliki makanan esktrim, yaitu Toek (baca postingan sebelumnya: Toek, Kuliner Ekstrem Dari Bumi Sikerei).
(Sedikit cerita tentang Tato, bisa dibaca di postingan sebelumnya Tato Terakhir di Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai)
Namun, di balik akses yang sulit, Mentawai memiliki ragam budaya berbeda dengan wialyah daratan sumatera. Hal itu, menjadi salah satu daya tarik wisatan mengunjungi tempat tersebut. Bahkan, ritual-ritual adat, masih kerap mereka lakukan.
Memang, kebanyakan masyarakat Sumtera Barat, mengenal Mentawai karena memiliki ombak yang bagus, kerap dikunjungi wisatawan manca negara untuk surfing. Namun, itu hanyalah sebagian kecil “surga” yang dititipkan Tuhan di wilayah Sumatera Barat tersebut.
Masyarakat yang ramah, mereka memiliki budaya yang dijaga dan unik, alam Mentawai juga memberikan sejuta keindahan bagi wisatawan.
Ombak untuk berselancar, pasir pantai yang putih, air terjun yang masih alami, adat dan budaya yang masih terjaga, semua ada di daerah kepulauan yang dijuluki Bumi Sikerei tersebut.
Tidak hanya itu, Mentawai juga memiliki beragam buah-buahan yang nikmat, seperti cempedak hutan, Samung, serta tiga kali musim durian dalam setahun dengan varian yang berbeda, mulai dari jenis durian yang kerap kita jumpai, lalu musim Toktuk (durian asal Mentawai) dan Kinoso (durian asal Mentawai).
Kita juga bisa mencicipi sagu (baca postingan sebelumnya: Sagu, Pangan Lokal yang Mulai Ditinggal) yang diolah secara tradiosnal oleh masyarakat setempat, atau keladi yang direbus di dalam bambu, serta Mentawai juga memiliki makanan esktrim, yaitu Toek (baca postingan sebelumnya: Toek, Kuliner Ekstrem Dari Bumi Sikerei).
Kepulauan Mentawai
Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai berjarak sekitar 100 km di sebelah barat pantai Pulau Sumatera, terdiri dari 4 pulau besar yang didiami penduduk, yaitu Pulau Siberut di bagian utara sebagai pulau terbesar, Pulau Sipora di bagian tengah, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan di bagian selatan. Semuanya terletak pada 90Y 35’-100Y 32’ BT dan 0Y 50’-3Y 21’ LS.
Pusat pemerintahan dari kabupaten Kepulauan
Mentawai berada di Tuapejat, sebelah
utara dari pulau Sipora. Pada tahun 2010 secara geografis dan administratif,
Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri atas 10 kecamatan, 43 desa dan 202 dusun.
Sebelumnya, Mentawai masuk wilayah Kabupaten Padang Pariaman.
Sesuai dengan letaknya yang dikelilingi
lautan, maka iklim di wilayah ini sangat dipengaruhi oleh angin musim.
Sementara itu kondisi udaranya selalu panas dan lembab. Curah hujan berkisar
antara 2.500-4.700 mm/tahun dengan jumlah hari hujan antara 132-267 hari hujan
per-tahun. Sedangkan kondisi suhu berkisar antara 22 derjad-32 derjad C dengan
kelembaban 82-85%.
Kedalaman perairan Kabupaten Kepulauan
Mentawai dari kedalaman 4 meter sampai 120 meter, tersebar mulai dari Teluk
Saibi, Pelabuhan Simalepet, Teluk Katurai, Teluk Sioban Sipora dan Selat
Sikakap sampai Samudera Hindia.
Keindahan alam yang dimiliki Mentawai
merupakan salah satu surga dunia yang dianugerahkan untuk wialayah Sumatera
Barat. Tidak tanggung-tanggung, Mentawai memiliki segudang destinasi wisata.
Mulai dari lokasi surfing, wisata budaya hingga air terjun yang masih
alami.
Menyambangi sebahagian besar
wilayah Mentawai, mulai dari Pulau Siberut, Pagai Utara dan Selatan hingga
pusat kabupaten Kepulauan Mentawai, Tuapeijat yang terletak di Pulau Sipora, merupakan suatu kesempatan yang begitu berarti.
Perjalanan
Pulau Siberut, perjalanan ke daerah tersebut memakan waktu 3-4 jam dari Padang, Sumatera Barat dengan menggunakan kapal cepat (MV. Mentawai Fast) menuju dermaga Mailepet, Siberut Selatan. Sedangkan, jika ingin ke Siberut Utara, kita harus melanjutkan perjalanan dengan kapal yang sama dengan jarak tempuh 1-2 jam perjalanan dari dermaga Mailepet ke dermaga Pokai, Siberut Utara.
Pulau Siberut, perjalanan ke daerah tersebut memakan waktu 3-4 jam dari Padang, Sumatera Barat dengan menggunakan kapal cepat (MV. Mentawai Fast) menuju dermaga Mailepet, Siberut Selatan. Sedangkan, jika ingin ke Siberut Utara, kita harus melanjutkan perjalanan dengan kapal yang sama dengan jarak tempuh 1-2 jam perjalanan dari dermaga Mailepet ke dermaga Pokai, Siberut Utara.
Wilayah Siberut Selatan, wisatawan akan
dimanjakan dengan pemandangan yang indah dan alami. Seperti hutan mangrove yang
tersusun rapi sepanjang pantai. Dan, jika ingin melihat budaya masyarakat asli Mentawai,
kita dapat berkunjung ke daerah Madobak. Daerah tersebut dapat ditempuh menggunakan
jalur darat dan juga bisa menggunakan perahu/jalur sungai, dengan jarak tempuh
3-4 jam perjalanan. Tidak hanya itu, di wilayah Madobak, wiasatawan juga dapat
menikmati sejuknya air terjun Kulukubuk, perjalanannya hanya membutuhkan waktu
20 menit dari pemukiman warga.
Air Terjun Kulukubuk |
Jika beruntung, wisatawan akan dapat
menyaksikan ritual adat Mentawai. Yaitu, ritual pengobatan oleh Sikerei (Tabib/Dukun
di Mentawai) ataupun Sikerei sedang mencari tanaman obat di hutan yang tidak
akan pernah didapatkan di daerah lain di Mentawai. Karena, hingga saat ini,
budaya Mentawai yang masih terjaga hanya di sebahagaian wilayah Siberut.
Selain itu, dari Siberut Selatan wisatawan
juga dapat menikmati keindahan pulau-pulau kecil yang berada di sekitar wilayah
tersebut, hanya dengan menyewa perahu nelayan setempat. Seperti ke dermaga
Peipei, Siberut Barat Daya, contohnya. Biasanya, perjalanan ke Dermaga Peipei
dengan menyewa perahu nelayan, kita akan melewati jalur ditengah-tengah hutan
mangrove.
Namun, kita juga bisa menggunakan kapal antar
pulau, tapi rutenya hanya dapat menyaksikan keindahan pulau-pulau kecil dengan
hamparan pasir putih di sekeliling pulau tersebut, dengan tarif Rp50.000,-.
Lain hal lagi dengan wilayah Pulau Pagai,
daerah tersebut terbagi dua dengan dibatasi oleh selat Sikakap. Di Pulau Pagai,
juga terdapat destinasi wisata surfing yang terkenal, yaitu berada di
wilayah Pagai Utara. Di Pulau ini, wisatawan bisa mendapatkan 7 titik spot Surfing
terbaik yang biasa disebut Hollow Trees, Lance’s Left, Telecopes,
Macaronies, Iceland dan Scarcrows yang obmabknya selalu konsisten.
Hollow Trees, yang biasa disebut HT atau Lance’s
Right itu berbentuk silinder yang dikenal dengan Right Tube. Selama
10 tahun belakangan, obak tersebut sering tampil di youtube dan juga
majalah-majalah wisata.
Perjalanan dari Padang, ke Pulau Pagai kita
dapat menyeberang menggunakan kapal KM. Ambu-ambu, yang beroperasi dua kali
seminggu. Untuk naik kapal Ambu-ambu, wisatawan bisa datang ke dermaga Bungus,
Teluk Kabung, Padang, cukup dengan menyediakan uang Rp170.000 untuk sekali
menyeberang dengan perjalanan selama 12-13 jam.
Beda lagi dengan wilayah Sipora, untuk wilayah
Sipora yang merupakan lokasi ibu kota kabupaten Mentawai, yaitu Tuapeijat.
Kehidupan masyarakat Mentawai di Pulau Sipora cukup berbeda dengan daerah
Siberut. Di Sipora kehidupan masyaraat sudah cukup modern dan akses
transportasi sudah cukup memadai.
Dari dermaga Tuapeijat, mengunjungi berbagai
lokasi wisata sangatlah mudah. Salah satu yang destinasi wisata yang dekat
dengan dermaga yaitu Pantai Jati. Menuju Pantai Jati bisa dengan berjalan kaki
sekitar 10 menit dari dermaga Tuapeijat.
Keindahan Pantai Jati dengan pasir putihnya
sangat memanjakan mata, hamparan laut nan hijau serta gugusan pulau-pulau
menghisasi pemandangan kita.
Selain pantai Jati, di Pulau Sipora yang
cukup terkenal adalah Pantai Mapaddegat, mengunjungi lokasi tersebut akan membutuhkan
waktu 1-2 jam menggunakan sepeda motor. Wisatawan dapat menyewa motor sekaligus
guide untuk menuju lokasi. Untuk harga, tergantung kesepakatan dengan
pemilik motor dan guidenya.
Pantai Mapaddegat |
Keindahan Pulau Sipora tidak hanya itu, air
terjunpun juga dimiliki. Seperti air terjun Pujujurung dan Simaobuk. Namun,
hingga saat ini belum banyak wisatawan mengunjunginya. Tidak habis sampai
disana, keindahan Mentawai juga disuguhkan patung Sikerei yang ada di kilometer
9. Posisinya tepat berada di pertigaan jalan.
Keindahan alam yang membentang di sepanjang
pulau Sipora merupakan salah satu daya tarik wisatawan asing untuk
mengunjunginya.
Pulau ini di kenal hingga ke manca negara
sebagai lokasi selancar dengan sejumlah titik yang selalu di lirik oleh para surfing
dunia. Selain sebagai tujuan para surfing (peselancar) baik lokal maupun
internasional yang memburu ombak-ombak ganas.
Di pulau ini, wisatawan dapat memilih beragam
jenis ombak, karena di pulau ini sendiri memiliki beberapa jenis ombak yang
memukau, seperti The Surgeon Table, yaitu ombak yang seolah-olah
mengangkat peselancar ke puncak ombak. Terdapat pula Lance’s Left,
merupakan ombak yang paling kuat dan konsisten berada di pulau tersebut.
Selain itu, di bagian barat laut Pulau
Sipora, terdapat pula dua jenis ombak yang terkanal. Telescopes
merupakan jenis ombak yang sangat panjang, ada pula Semi Hollow yaitu
ombak yang bergulung-gulung dengan lubang di bagian tengahnya yang nyaris
sempurna bagi sebagian peselancar. Ada juga Ombak Scrarecrows, dengan
zona take off kiri yang membentuk dinding gelombang, bergulung dengan cepat,
obak jenis ini sangat cocok bagi peselancar pemula atau kelas menengah.
Selain memiliki ombak yang indah, pantai
pulau Sipora juga sangat terjaga keasriannya, beberapa pantai yang pernah
dikunjungi terlihat bersih dengan hamparan pasir membentang yang terhempas
deburan ombak, sangat memanjakan mata. Sebut saja, pantai Mapaddegat, pantai
Jati dan juga pantai Rokot.
Untuk saat ini, wisatwan yang ingin menikmati
ombak mentawai harus menyediakan uang retribusi. Retribusi tersebut dipungut
berdasarkan Perda No. 2 tahun 2015 tentang pengelolaan dan pemanfaatan daya tarik
wisata selancar. Kurun waktu dua bulan, Pemda Mentawai berhasil mengumpulkan 1,1
miliar dari retribusi.
Retribusi itu diberlakukan kepada Peselancar
selama 15 hari. Untuk Peselancar mancanegara, dikenakan Rp1,5 juta, sedangkan
untuk wisatawan lokal yang ingin menikmati ombak Mentawai harus membayar Rp250
ribu.
Sorang anak berselancar di Pantai Mapaddegat, Kecamtan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai |
Kepala Bidang Pariwisata, Dinas Kebudayaan
Pariwisata Pemuda dan Olahraga, Aban Barnabas Sikaraja menyebutkan total
retribusi yang dikumpulkan selama dua bulan mencapai Rp1,1 miliar.
Dikatakannya, meski retribusi tersebut mampu
memnyumbang senilai Rp1,1 miliar untuk APBD Mentawai selama dua bulan, pihaknya
masih terkendala menarik retribusi dari resort setempat.
“Bagi Peselancar baik manca ataupun lokal,
kita tidak ada kendala. Namun, untuk menarik retribusi dari pengelola resort
tempat wisata masih belum bisa kita lakukan. Kebanyak resort tersebut belum
memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB),” ungkap Barnabas.
Tempat usaha, resort ataupun penginapan kita
dapat menarik retribusi terhadap mereka jika mereka telah memiliki izin yang
dilekuarkan instansi terkait, katanya.
Barnabas menyebutkan, saat ini masih ada
resort yang dibanun di kawasan hutan produksi. “Sulit juga, jika diurus
izinnya, bertentangan juga dengan izin yang lain. Karena mereka membangun
resort masuk kawasan hutan produksi,” ungkapnya.
Selain itu, Naslindo Sirait, Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Mentawai menyebutkan hingga saat ini pemanfaatan
kawasan untuk peningkatan ekonomi bagi masyarakat Mentawai sangat terbatas.
Selain itu, pemanfaatan destinasi di Mentawai
menurut keterangan Esmat Wandra Sakulok, pemuda asal Mentawai menyebutkan masih
banyak destinasi wisata di Mentawai yang belum tersentuh. “Hingga saat ini, pengembangan
wisata di Mentawai masih di wilayah pantai. Untuk wilayah lain, seperti
pengembangan wisata budaya ataupun air terjun masih belum,” ujarnya.
0 Komentar