Ilustrasi Literasi Keluarga (Zulfikar) |
Jika dikemudian hari soerang anak berbuat kesalahan, lantas orang tualah yang akan menjadi perbincangan. Bahkan, di tengah masyarakat kita (Indonesia), kesalahan anak dititikberatkan terhadap orang tua, yang diklaim salah mendidik dan lain sebagainya.
Gambaran masyarakat
Indonesia hari ini, bahwa setiap kesalahan yang diperbuat oleh seseorang (anak),
pertanggungjawaban bukan hanya terhadap dirinya, bahkan orang tua dijadikan
sebagai salah satu penyebab atas kesalahan tersebut. Itu tidak dapat kita
pungkiri, karena begitulah yang terjadi.
Dapat kita contohkan,
ketika seorang anak berkata kasar ataupun melakukan tindakan tidak terpuji,
masyarakat pada umumnya pasti akan membicarakan dan menggunjingkan “Itu anak
siapa? Tidak dididik orang tuanya, barangkalali. Sehingga, dia tega
melakukan/berbuat seperti itu,”.
Begitulah sedikit
gambaran kondisi hari ini. Mau tidak mau, orang tua harus dituntut berperan
aktif dalam mendidik dan membina anak-anaknya dalam bingkai literasi, agar anak
tersebut tumbuh menjadi anak yang dapat membanggakan orang tua serta mengangkat
derajat keluarga ke arah yang lebih baik.
Kesuksesan seorang
anak, adalah kesuksesan keluarga, begitupun sebaliknya.
Sebelum membahas lebih
lanjut, dalam pembahasan ini, literasi keluarga bukan hanya fokus terhadap
bagaiamana orang tua mengajarkan membaca bagi anak-anaknya. Namun, lebih dari
itu, bagaimana peran orang tua mendidik anak-anaknya ke arah yang lebih baik.
Mulai dari mengajarkan untuk kebiasaan membaca, peduli dengan lingkungan
sekitar, bahkan tata cara dalam kehidupan sehari-hari yang lebih baik.
Dalam skripsi yang
pernah saya tulis untuk menyelesaikan studi Strata 1 (S1) 2017 lalu, dengan
judul ‘Aspek-apek Pendidikan Akhlak dalam Kitab Akhlaqul Lil Banin Juz 1 (Studi
Analisis Pemikiran Umar bin Ahmad Bardja)’ peran keluarga dalam mendidik
anak-anaknya sangatlah penting, bahwa gambaran (baik atau buruknya) seorang
anak itu tidak terlepas dari keluarga, bukan hanya tertumpu pada jenjang
pendidikan formal yang pernah dijalankan.
Keluarga merupakan unit
sosial terkecil yang ada di dalam tatanan masyarakat, proses sosialisasi
pertama kali dimulai dan dilakukan oleh keluarga, baik itu proses beradaptasi
dengan lingkungan ataupun tata cara dalam berkehidupan sosial.
Keluarga adalah tempat
pertama kali seorang anak mendapatkan pendidikan, baik itu secara langsung
ataupun tidak langsung. Melalui keluarga, anak diajarkan mengenal dunia sekitarnya,
cara bergaul dalam kehidupan sehari-hari ataupun tata cara bersosialisasi.
Keluarga merupakan proses awal terbentuknya tatanan sosial kehidupan seorang
anak yang akan menjadi pondasi dalam menjalani kehidupan dikemudian hari.
Akan sangat baik, jika
orang tua menyadari hal tersebut dan membangun budaya literasi di tengah-tengah
keluarga, karena keluarga (rumah) merupakan lingkungan yang lebih efektif untuk
menerapkan literasi.
Secara umum, gerakan
literasi sangatlah mudah, orang tua hanya diminta untuk menyediakan waktu
bersama anak-anaknya, tidak hanya fokus untuk menguatkan materi saja, karena
seorang anak akan banyak menghabiskan waktu di rumah, serta rumah merupakan
tempat yang paling nyaman dan aman bagi anak.
Ada dua hal yang perlu
dikuatkan dalam membentuk literasi di tengah-tengah keluarga, yaitu:
1. Orang Tua Sebagai Contoh
Kecenderungan seorang
anak adalah meniru apa yang meraka lihat, daya tangkap seorang anak jauh lebih
kuat dibandingkan orang dewasa, untuk itu, orang tua perlu memberikan contoh
atau tauladan yang baik bagi anak dalam kehidupan sehari-hari.
Dapat kita contohkan,
membangun gerakan literasi secarat sederhana di rumah yaitu budaya untuk ‘Mengaji’
/ membaca al Quran setelah salat Magrib. Tidak perlu memaksa anak agar mau
membaca al Quran setelah magrib. Namun, ketika orang tua melakukannya, anak
pasti juga akan mengikutinya.
Selaian itu, juga bisa
dipraktekkan dengan membaca doa sebelum makan, biasakan untuk makan bersama di
rumah, setidaknya waktu sarapan pagi dan makan malam. Dengan demikian, seorang
anak akan terbiasa dengan hal tersebut, serta jangan lupa ajak anak untuk
saling bergantian memimpin doa, agar mereka merasa memiliki peran di sana. Dan
masih banyak lagi hal-hal kecil yang dapat dikembangkan keluarga dalam
membingkai literasi di tengah-tengah keluarga, intinya orang tua harus
mengambil peran di sana, jangan hanya menyerahkan seluruhnya pada pendidikan
formal semata.
2. Sediakan Ruang dan Fasilitas
Menyediakan ruang yang
dimkasud di sini adalah menyediakan wadah bagi anak untuk kegiatan-kegiatan
positif, seperti menggambar, bernyanyi dan lain sebagainya. Karena, dengan
demikian anak akan merasa apa yang dia perbuat didukung oleh orang tua. Selama
kegiatan itu positif dan berdampak baik bagi anak, orang tua tidak perlu
melarangnya.
Lalu, terkait
fasilitas, tidak ada salahnya orang tua mendirikan perpustakaan kecil di rumah,
agar ragam bacaan bagi anak lebih banyak dan tidak menoton. Biasakan untuk
menyisihkan gaji bulanan untuk membeli satu atau dua buku bagi anak. Karena
dengan demikian, hal itu tidak akan memberatkan.
Meskipun anak masih
belum bisa membaca, tapi dari buku-buku yang dibeli tersebut, dapat dibacakan
orang tua untuk anaknya, sebagai dongeng sebelum tidur. Ya, tentunya, buku yang
dibeli menyesuaikan dengan umur dan kebutuhan anak.
Dengan demikian, dapat
kita simpulkan, bahwa gerakan literasi itu sangatlah mudah, tidak akan
menghabiskan waktu yang banyak ataupun biaya yang besar. Karena, didikan dari
orang tua akan berdampak besar bagi anak serta akan melekat dalam daya
ingatnya.
#SahabatKeluarga #LiterasiKeluarga
_ _ _ _ _
Nb: Tulisan ini merupakan salah satu tulisan yang diikutsertakan dalam lomba Pendidikan Keluarga yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
0 Komentar