Masjid Tuo Kayu Jao di Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok (Foto: Ist)
Arsitektur masjid yang
telah berusia lebih kurang 400 tahun itu melambangkan eratnya hubungan adat dan
agama di Ranah Minang. Rumah ibadah itu beridiri di ketinggian 1.152 meter di
atas permukaan laut.
Masjid Tuo Kayu Jao
didirikan atas swadaya masyarakat Lubuk Lasih dan Batang barus, dan membuktikan
bahwa agama Islam di Minangkabau telah berkembang sejak 400 tahun yang lalu.
Masjid itu merupakan
salah satu masjid tertua di Indonesia, dibangun Angku Msaur (Angku Masyhur)
dang Angku Labai. Keduanya merupakan orang-orang pilihan yang memiliki suara
merdu.
Catatan Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatra Barat (Sumbar), Angku Masyhur dikenal
sebagai imam yang memiliki suara merdu saat melafalkan bacaan salat. Sementara
Angku Labai merupakan bilal dengan suara kahas dan merdu saat mengumandangkan
azan, bahkan cerita dari mulut ke mulut oleh masyarakat setempat, azan yang
dikumdangkan Angku Labai sangat memikat hati pendengarnya.
Masjid tua itu berdenah
bujur sangkar, pada sisi barat terdapat bagian menjorok yang berfungsi sebagai
mihrab.
Lalu, bagian atap
bertumpang tiga yang pada bagian mihrab atapnya berupa gonjong dengan bahan
terbuat dari ijuk.
Dinding, plafon dan
tiangnya seluruhnya terbuat dari bahan kayu, kecuali tiang tengah mulai dari
tanah sampai pada permukaan plafon lantai 2 telah diganti dengan beton oleh
masyarakat dikarenakan telah lapuk dan hancur.
Meskipun telah pernah
dipugar, namun bentuk masjid ini masih sama dengan aslinya.
Masjid Tuo Kayu Jao di Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok (Foto: Ist) |
Pada atap bertumpang
tiga dan gonjong dibagian mihrab, diantara tiap-tiap tumpang tersebut terdapat
sebuah pembatas dengan hiasan ukiran terawangan tembus bermotif geometris,
pembatas ini juga berfungsi sebagai fentilasi.
Sementara itu, antara
tumpang dua dan tumpang tiga terdapat dua buah ukiran berbentuk lingkaran
seperti roda pada tiap-tiap sisinya,
sehingga motif hias berbentuk roda tersebut berjumlah delapan buah, tapi ragam
motif hias ini tidak ditemukan pada ukiran terawang yang terdapat antara
tumpang pertama dan kedua (urutan tumpang dihitung dari tumpang paling atas).
Selain itu, terdapat
pula ukiran unik lainnya yaitu ukiran berbentuk naga yang terdapat pada 4 sudut
dinding pada bagian luar dan juga pada permukaan bedug.
Dio Farhan Harun dkk
dalam artikel ‘Karakter Visual Bangunan Masjid Tuo Kayu Jao di Sumatera Barat’
dalam Arsitektur E-Jurnal, Volume 8 No 2, November 2015 menulis, gaya bangunan
masjid merupakan gabungan antara corak Islam dan Minangkabau.
Beberapa ornamen yang
terlihat, yakni ornamen dekoratif dengan motif hasil stilisasi dari tumbuhan
pada dinding atap masjid, yang terletak antara atap tingkat pertama dan kedua.
Ornamen dekoratif
dengan motif flora, menurut para penulis, juga terdapat pada dinding mihrab
Masjid Tuo Kayu Jao. Sementara, ornamen dekoratif selompat, ada pada dinding
kolong, yang melambangkan kekuatan hukum berada di tangan pangulu.
Di dalam masjid ada
mimbar yang dibuat indah dan megah juga dengan motif ukiran tumbuh-tumbuhan.
Mimbar diperkirakan berumur sama dengan masjid.
Atap masjid tersebut
disangga 27 tiang yang merupakan simbolisasi dari enam suku di sekitar masjid.
Masing–masing terdiri dari empat unsur pemerintahan ditambah tiga unsur dari
agama, yakni khatib, imam, dan bilal.
Masing-masing tiang
berukuran lingkar 25 cm hingga 30 cm. Tiang masjid hanya diletakkan di atas
batu sandi sebagai pondasi. Tiang-tiang terbuat dari kayu kelas satu, dengan
jenis yang belum diketahui.
Simbolisasi juga
terdapat di jendela dengan jumlahnya yang ganjil sebanyak 13 buah, yang mengandung
makna 13 rukun shalat.
Masjid Tuo Kayu Jao di Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok (Foto: Ist) |
Ragam hias dan motif
seni ukir Minangkabau yang terdapat berbagai arstitektur masjid menunjukkan,
orentasi kepada alam. Sesuai pepatah yang mengatakan, “Alam Takambang jadi Guru, Cancang Taserak jadi Ukia”. Filosofi adat
yang masih dipakai masyarakat Minang hingga kini.
Beberapa sumber
menyebut Masjid Tuo Kayu Jao sudah ada sejak 1599. Sumber lain, situs resmi
Pemkab Solok, bahkan menyebut lebih tua dari itu, yakni tahun 1567. Yang pasti,
Buya Masoed Abidin dan Nusyirwan Effendi dalam Buku ‘Surau Kito’ menulis,
masjid ini sudah berusia lebih dari 400 tahun.
0 Komentar